Kamis, 22 Agustus 2013

BERKAT-BERKAT ROHANI (Efesus 1 : 3 – 14)



Dalam teks bahasa Yunani seluruh ayat 3 – 14 ini merupakan kalimat panjang, karena merupakan sajak yaitu luapan hati yang mencetuskan pujian atas begitu besar dan ragamnya berkat-berkat rohani (bhs batak: pasupasu partondion). Disebut berkat-berkat rohani, untuk membedakannya dari pemberian yang lain dari Allah. Kekayaan, jabatan, kesembuhan, kesehatan, panjang umur, pengetahuan, misalnya dapat diberi Allah kepada orang yang tidak percaya; dan orang percaya patut mensyukurinya. Bahkan matahari diterbitkan dan hujan diturunkanNya kepada orang jahat dan orang yang tidak benar (Matius 5:45). Tetapi berkat-berkat rohani yang disebut dalam ayat-ayat ini ada hanya pada orang percaya dalam Kristus. Berkat rohani itu disebut “di dalam sorga”, untuk mengatakan bahwa ragam berkat ini semata-mata hanya karunia dari sorga, tidak ada yang berasal dari dunia, tidak ada sedikitpun usaha dari manusia untuk memperolehnya dan tidak ada sesuatu keunggulan dari seseorang sehingga ia menerima berkat rohani.
Adapun berkat-berkat rohani itu adalah :
  1. Allah telah memilih kita supaya kudus
  2. Allah telah menentukan kita dari semula menjadi anak-anakNya
Menjadi Kristen bukanlah pilihan dari setiap orang, tetapi karena Allah yang memilih orang. Malah, sebelum lahir, Allah telah menentukannya. Dengan sudah adanya lebih dahulu penentuan Allah, itu bukanlah nasib sudah menjadi Kristen. Yang ditentukan Allah bahkan sebelum dunia diciptakan ialah Yesus Kristus. Dan barang siapa yang percaya kepada Yesus Kristus, menjadi inklusif dalam ketentuan itu.

  1. Beroleh p;enebusan yaitu pengampunan dosa
Marilah kita buat perbandingan dalam perenungan kita: Hati orang percaya meluapkan pujian karena dia menerima pengampunan dosa. Dan dipihak lain ada orang yang demikian bersyukur karena memperoleh apa yang disebut dalam ilmu sosial: keberhasilan memperoleh symbol-simbol, yaitu kaya, sehat, panjang umur, berjabatan, dlsb. Malahan ada yang memperolehnya tanpa memperhatikan cara dan tidak memperdulikan orang lain. Di satu pihak ada yang bersyukur karena dosanya diampuni dan di pihak lain bersyukur karena berhasil menggunakan dosa.

  1. Menyatakan rahasia kehendakNya dan rencanaNya yaitu menyatukan di dalam Kristus segala sesuatu
Allah dipuji karena dalam menempuh zaman ini orang percaya sudah boleh ikut dalam rencana mau ke mana arah dari segala sesuatu. Orang percaya tidak lagi melawan arus, karena manusia tidak kuasa melawan rencana Allah.

  1. Hidup dalam pengharapan akan menerima yang dijanjikan
Jenis yang dipujikan ini sungguh sangat berbeda dari syukur karena sudah memperoleh dalam hidup masa sekarang.

  1. Mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatan
Kebenaran itu bermacam, ada kebenaran hukum, ilmiah, logika dan moral. Terutama dalam kitab para nabi, kebenaran tidak terpisah dari keadilan, perdamaian dan damai sejahtera, artinya, jika tidak membuahkan keadilan dan perdamaian, itu bukan kebenaran. Firman kebenaran, berhubungan dengan keselamatan, artinya jika tidak menuju keselamatan, itu bukan kebenaran. Orang disebut bijaksana, jika pada akhirnya ia ikut masuk dalam pesta perkawinan mempelai (Mat 25). Ada orang yang memperoleh banyak tetapi tidak selamat.

  1. Menerima jaminan yang dimeteraikan dengan Roh Kudus sampai memperoleh seluruhnya, yaitu menjadi milik Allah.
Sangat perlu kita perhatikan bahwa Roh Kudus bukan hanya memberi berbagai karunia, tetapi juga adalah jaminan (tanda jadi dalam lingkungan perdagangan). Orang yang telah menerima Roh Kudus telah memegang jaminan sebelum sampai memperoleh seluruhnya. Yang dimaksud seluruhnya ialah harta kekayaan Allah, yang memperolehnya ialah orang yang menjadi milik Allah.

RENUNGAN:
Zaman kita sekarang ini disebut semacam zaman materialistis, instant, atau dengan istilah lain. Adakah pengaruh zaman ini sehingga mempengaruhi dan semakin merubah pokok pujian dan ucapan syukur? Dengan memperhatikan pokok-pokok pujian yang disebut dalam nats ini, apakah pokok-pokok ini juga yang menjadi pokok utama syukur orang Kristen kepada Tuhan pada masa kini? Juga dalam kalimat-kalimat doa?

Kebaktian doa sektor Antapani, Arcamanik, Patrakomala
HKBP Bandung Reformanda.

Selasa, 20 Agustus 2013

“Hukum yang utama : KASIH”



Nats : Markus 12 : 29 - 31
Nats yang kita baca merupakan jawaban Yesus atas pertanyaan seorang ahli Taurat tentang “Hukum manakah yang paling utama”. Hukum utama itu berisi : Kasih kepada Tuhan Allah dan kasih kepada sesama manusia dan bila dibandingkan dengan kitab yang lain, hukum utama yang dikatakan Yesus itu merupakan rangkuman dari sepuluh hukum taurat. Mengasihi atau kasih merupakan tekanan penting dalam hubungan (relationship) manusia dengan Tuhan Allah dan dengan sesama manusia.
Apa itu kasih, dapat dilihat dalam 1Korintus 13:4-5, a.l. kasih itu sabar, murah hati, tidak memegahkan diri, tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
Alkitab meminta kita untuk mengejar kasih (1 Kor 14:1), artinya kasih menjadi prioritas / tujuan utama. Bagaimana pentingnya kasih itu, dapat dilihat dalam 1Korintus 13:2-3, secara umum mengatakan apapun yang kita kerjakan misalnya kebaikan, pengorbanan, tidak akan berguna bila tanpa kasih.
        Kasih menjadi dasar kita dalam berbuat, berhubungan dengan orang lain. Kasih bukanlah apa yang kita pikirkan atau kerjakan atau berikan kepada orang lain, melainkan seberapa banyak kita memberikan diri kita sendiri. Pemberian karena kasih yang paling diinginkan bukanlah benda / fasilitas, melainkan perhatian yang segenap hati / terpusat. Kasih yang sungguh-sungguh akan begitu terpusat pada orang lain, sehingga kita melupakan diri kita pada saat kita memberi kasih. Kapanpun kita memberikan kasih seperti perhatian / waktu itu artinya kita sedang melakukan suatu pengorbanan, dan pengorbanan adalah inti dari kasih. Yesus sudah memberikan teladan tentang kasih melalui pengorbanan diriNya, seperti pada peristiwa Golgota, Ia disalibkan demi penebusan kita / manusia karena dosa yang bukan dilakukanNya.
        Kasih berarti memberi / berkorban, yaitu menyerahkan kesenangan, kenyamanan, tujuan, rasa aman, uang, tenaga atau waktu kita demi kebaikan orang lain.
        Dalam 2 Yohanes 1:6 ditulis : “Dan inilah kasih itu, yaitu bahwa kita harus hidup menurut perintahNya. Dan inilah perintah itu, yaitu bahwa kamu harus hidup di dalam kasih, sebagaimana telah kamu dengar dari mulanya”.

Kebaktian Doa Sie Bapak HKBP Bandung Reformanda

 St. HDI  Sipahutar

Sabtu, 03 Agustus 2013

BERHATI-HATILAH SUPAYA ENGKAU JANGAN MELUPAKAN TUHAN



Melupakan seseorang yang telah berbuat baik terhadap kita adalah sesuatu sikap yang amat dibenci. Terhadap sikap ini sederet kata-kata akan disampaikan, semisal: Tidak tahu diri, lupa kacang akan kulitnya, tidak tahu diuntung, tidak tahu berterimakasih, habis manis sepah dibuang, dll. kontras dengan sikap ini, seseorang yang tahu bersyukur atau berterimakasih adalah orang yang tidak pernah melupakan orang yang telah menolong dan berbuat baik kepadanya, serta berupaya melakukan yang baik sebagai balasan atas kebaikan yang diterimanya, dan bukan hanya kepada yang telah melakukan kebaikan kepada kita, tetapi juga kepada semua orang. Inilah sikap yang terpuji. Demikianlah juga dalam nas ini, Musa mengingatkan umat Israel untuk tidak melupakan apa yang telah diperbuat Tuhan kepada mereka. Musa menetapkan peraturan yang akan dilaksanakan umat Israel seumur hidup setelah memasuki tanah Perjanjian, untuk takut akan Tuhan dan beribadah hanya kepadaNya saja: ”Inilah perintah, yakni ketetapan dan peraturan, yang aku ajarkan kepadamu atas perintah TUHAN, Allahmu, untuk dilakukan di negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan Tuhan…” (Ulangan 6:1). Takut akan Tuhan, dan beribadah kepadaNya saja sebagai wujud kasih kepada TUHAN dan respon iman dari orang-orang yang menerima belas kasihNya, yang harus mereka praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penjelasan.
Untuk itulah satu kalimat yang amat tegas dinyatakan oleh Musa dalam nas ini yang berlaku tidak hanya kepada umat Israel dalam zamannya, tapi juga bagi setiap orang percaya hingga kini dan sepanjang masa adalah: “Berhati-hatilah Supaya Engkau Jangan Melupakan TUHAN…!”, sebab:
Perintah Kasih akan TUHAN adalah ketetapan dan peraturanNya!
Nasihat untuk sekali-kali tidak melupakan Tuhan dengan takut dan beribadah kepadaNya adalah sesuatu yang Tuhan perintahkan kepada umatNya. Itu artinya bahwa takut akan Tuhan adalah sesuatu yang mutlak untuk dilakukan, alasan pertama dan terutama untuk itu adalah bahwa perintah itu merupakan peraturan dan ketetapan Tuhan. Sebab hidup keberagamaan berarti penaklukan diri atas kekuatan Ilahi atau keberadaan yang terutama (The Ultimate Being) yang kita akui, imani, yang mutlak lebih tinggi dan berkuasa atas diri kita. Sehingga kerelaan hati untuk menaklukkan diri kepada perintahNya merupakan respon keberagamaan dan beriman yang benar. Perintah itulah yang disampaikan oleh Musa kepada umat Israel untuk dilaksanakan secara turun temurun dan untuk selamanya. Respon ketaatan dan kesetian untuk menjalankan perintah ini akan diganjar dengan berkat: ”…Supaya kamu hidup, dan baik keadaanmu serta lanjut umurmu di negeri yang akan kamu duduki.” (Ulangan 5:33). Sebaliknya, ketidaktaatan atas perintah ini akan mendatangkan kutuk: ”…supaya jangan bangkit murka TUHAN, Allahmu, terhadap engkau, sehingga Ia memunahkan engkau dari muka bumi” (Ulangan 6:15).
TUHAN itu Baik!
“Berhati-hatilah supaya engkau jangan melupakan Tuhan!” sebab Tuhan itu baik dan mengasihi umatnya. Kasih Tuhan akan umat Israel sudah diperlihatkan lewat sejarah perjalanan umat Israel keluar dari Mesir. Tangan Tuhan yang kuat telah menuntun serta menyertai mereka keluar dari tangan musuh-musuhnya, memelihara hidup mereka selama dalam perjalanan panjang yang penuh dengan mara bahaya, dan hingga akhirnya membawa mereka ke tanah Perjanjian dan memberikan kepada mereka kota-kota yang besar, rumah-rumah yang berisi barang baik, sumur-sumur yang tidak digali oleh tangan mereka, kebun anggur dan Zaitun yang tidak ditanami oleh tangan mereka. Tidak terukur kasih Tuhan atas umatNya, sehingga sudah sepantasnya mereka bersyukur dan tidak melupakan Tuhan dalam hidupNya. Berhati-hati untuk tidak melupakan Tuhan juga adalah perintah yang patut untuk kita amalkan hingga kini sebab sesungguhnya Tuhan itu baik, yang senantiasa memberi nafas hidup, melindungi dan memelihara hidup orang percaya. Segala yang kita miliki adalah anugerah Tuhan semata, kita percaya Tuhan adalah sumber segala karunia yang baik untuk hidup ini, tangan Tuhan senantia bersedia melindungi dan menuntun hidup kita melewati segala rintangan hidup. Dia tempat perlindungan bagi orang yang lemah, penghiburan bagi orang yang berduka, harapan bagi mereka yang hidup dalam keputusasaan dan ketidakpastian.
TUHAN Allah pencemburu!
Beribadah hanya kepada TUHAN Allah saja merupakan perintah untuk tidak menghianati Tuhan dengan segala kebaikannya dengan tidak menyembah berhala atau menyembah allah bangsa-bangsa lain disekeliling umat Israel di tanah Perjanjian. Perintah ini mengingatkan umat Israael untuk tidak menyimpang ke kiri dan ke kanan tetap untuk senantiasa mengarahkan hidup untuk beribadah hanya kepada TUHAN Allah saja. Sebab Allah itu adalah yang pencemburu yang marah atau murka terhadap penghianatan atau kemurtadan. Tuhan Allah adalah Allah yang cemburu yang berarti meminta ketaatan dan kesetiaan penuh dari umatNya. Inilah juga yang amat perlu untuk diamalkan dalam hidup umat percaya saat ini. Kasih Tuhan itu sungguh besar atas umatNya, Tuhan itu sungguh menghargai dan menjungjung tinggi umatNya sebagai kekasih hatiNya, Dia bahkan rela mati untuk umatNya dalam diri Yesus Kristus, tetapi penghargaan, kerelaaan, kesetiaan yang sama juga dituntut atas umat yang dikasihiNya.
Renungan.
Kasih Allah begitu besar atas hidup orang percaya, kasih yang sama juga dituntut dari kita orang-orang percaya sebagai jawaban iman kita atas kasihnya. Marilah kita mengasihi Tuhan dengan setia, sebab Dia telah terlebih dahulu mengasihi kita. Amin.

(St. HDI Sipahutar, HKBP Bandung Reformanda)

Jumat, 02 Agustus 2013

Siapakah sesamaku manusia (Lukas 10 : 25 – 37)



Ahli Taurat yang mencobai Yesus jelas memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai Firman Tuhan dan terutama hukum yang mencakup kewajiban dan hak manusia berdasarkan agama. Hal itu sangat nyata manakala Yesus kembali melontarkan pertanyaan mengenai hukum Taurat dengan spontan ahli Taurat itu menjawab mengenai hukum yang utama : “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”(ay 27)

Rupanya ahli Taurat yang sangat handar dan mengandalkan pengetahuan mengenai hukum-hukum agama sangat tertohok dan mulai mencari jalan untuk menutupi kemunafikannya dan masih ingin mencobai Yesus, dengan mengajukan pertanyaan mengenai: “Siapakah sesamaku manusia?” Namun, pertanyaan ahli Taurat itu sekaligus dapat juga ditangkap sebagai pencerminan dari keberadaan dari ahli-ahli Taurat yang sangat tahu tetapi sekaligus juga sangat tidak memiliki kepedulian. Mereka menguasai hukum-hukum, tetapi sangat jauh dari jiwa keadilan dan solidaritas kemanusiaan. Mereka inilah yang disebut penganut agama formalistis tetapi kosong dalam substansi: Mengetahui luar dan dalam hukum-hukum, tetapi menjauhi nurani hukum itu sendiri.

Dalam situasi itulah Yesus menyodorkan cerita yang bisa saja pernah terjadi tetapi bisa juga sebagai cerita perumpamaan yang sangat mengena, terutama terhadap kemunafikan para ahli Taurat, Imam dan Lewi. Perlu diketahui bahwa dalam batin orang Yahudi, orang-orang Samaria adalah manusia yang tidak sederajat, yang tidak bisa disetarakan dengan kaum Yahudi. Orang-orang Samaria itu bagaikan budak-budak (bhs batak : Hatoban) yang tidak memiliki kehormatan, masyarakat kelas empat yang kehadirannya bukan saja dianggap tidak perlu, tetapi mengganggu keanggunan orang-orang Yahudi yang terhormat.

Di dalam dan melalui cerita itu, Yesus jelas-jelas menunjuk pada manusia sejati dan sesungguhnya, yang memperlihatkan kemanusiaannya pada saat yang tepat dan situasi yang membutuhkan. Imam yang lewat di jalan itu, bisa saja memberla diri bahwa ia sedang melaksanakan panggilannya, sehingga tidak sempat dan buru-buru: ada urusan yang lebih penting dari sekadar membantu orang yang terkapar itu. Demikian juga dengan orang Lewi dan memang keduanya menghindar dengan lewat dari seberang jalan (menentang arus lalulintas). Bisa saja dalam benak mereka akan ada orang lain yang lebih layak menolong. Mungkin sangat banyak alasan atau dalil yang dapat disusun untuk membenarkan tindakan imam dan Lewi itu untuk menghindar dan bahkan melewatinya melalui seberang jalan.

Orang Samaria yang dalam pandangan orang Yahudi adalah manusia hina dina datang, melihat dan langsung melakukan pertolongan. Tidak hanya sekedar menolong, tetapi mencurahkan kasihnya kepada korban perampokan itu. Kepada pembaca tidak dijelaskan siapa dan dari mana asal-usul korban. Jadi, Imam, Lewi dan orang Samaria itu tidak mengetahui siapa dan berasal dari mana korban itu. Kita dan ketiga orang itu hanya tahu, bahwa korban itu adalah manusia yang terkapar, tidak berdaya dan sangat membutuhkan pertolongan. Saat itu, nyawanya hanya tergantung pada orang-orang yang lewat dan yang sedia menolong.

Sikap dan tindakan orang Samaria itu sunggu menunjuk pada nilai dan inti jiwa keagamaan. Pertanyaannya bukan : siapa engkau? Apakah engkau seorang raja, pejabat, tokoh agama, tokoh intelektual, kaya raya atau bukan. Pertanyaan itu sama sekali tidak penting dalam kehidupan orang beragama yang benar atau manusia yang benar. Pertanyaan yang sanat penting adalah: Apa yang kau perbuat? Perbuatanmu itulah dirimu dan perbuatanmu itulah yang menunjukkan derajatmu. Imam dan orang Lewi yang statusnya sangat terhormat jelas bukan manusia berderajat karena perbuatannya. Orang Samaria yang dianggap hina itu adalah manusia utama yang sangat dan paling terhormat karena perbuatannya.

Tautan cerita itu dalam kehidupan beriman kita sangat jelas, kita sebagai orang Kristen harus menjadi sesama bagi tiap orang yang membutuhkan pertolongan. Kita adalah sesama orang-orang yang terkapar dan terbuang, baik oleh penindasan, pembodohan dan peminggiran (marginalisasi). Jenis yang seperti ini adalah perampokan yang dilakukan orang biasa maupun para pejabat dan penguasa. Kita adalah sesama orang-orang yang kesepian, yang teraniaya baik di dalam rumah tangga maupun yang dimasyarakat. Kita adalah sesama bagi korban-korban narkoba, penderita HIV/AIDS. Kita adalah sesama bagi korban keretakan rumah tangga dan masyarakat. Siapakah sesamaku manusia?
(Kebaktian Doa Sektor 1 dan 2 HKBP Bandung Reformanda)